dan dari sajak-sajak berkalang kalam-kalam maut, aku senandungkan sepenggal gema yang mengkultuskan kidung dari sudut malam dengan mata yang enggan terpejam.
dan kala senyap perlahan menyusup dari sulur belukar yang sempit, mengapit sepasang doa yang menanti diamini dan dosa yang menunggu diampuni. aku dendangkan ritus abadi tentang yang maha dan yang tunggal.
dan ketika desis juru tafsir mulai mendesus bising hingga jejak-jejak bara memecah tanah, aku rebahkan bait-bait semu di atas mazbah dan mulai merajam dengan sulut harap paling nyata.
semoga rapalan syair yang kuracik dari sisa-sisa pujian yang sia-sia ini diberkati. semoga nyala api yang berkobar tidak lekas surut dalam kurun waktu yang singkat.
(189/365)