aku mulai dengan berkata untuk yang ke sekian kali, “aku jatuh hati lagi”, pada ia yang tidak bisa aku miliki.
kenapa ia begitu menarik? kenapa ia begitu mudahnya memagut pikiranku. seperti anak kecil menemukan makanan ringan kesukaannya. kupu-kupu mulai bertabrakan tak tentu arah di dalam perutku setiap melihatnya. meskipun aku tahu ia sama sekali tidak pernah memedulikanku.
itulah kelemahanku. aku selalu jatuh pada ia yang tidak menganggapku ada. pada ia yang menghiraukanku. pada ia yang selalu memalingkan pandangannya.
aku tahu ini terdengar bodoh. tapi aku bahkan tidak berusaha untuk memperbaiki itu. aku tidak sekalipun berkeinginan untuk menjadikannya tujuan.
seolah aku terperangkap dalam pikiranku sendiri. membuat seluruh skenario terbaik dengan pemeran utama yang sudah aku tentukan. berharap sedikit saja ia tahu tentang semuanya.
aku sempat salah langkah, sama seperti dulu yang pernah terjadi. kesalahan yang berulang. memang bebal.
aku hanya berharap ia menemukan ini semua. dan aku mendapatkan sedikit keberanian untuk maju satu langkah. entah untuk bisa berjalan lebih jauh, atau sekadar mundur dengan teratur.
(44/365)