19/365

ia mengintip dari sela-sela pintu kamar. datang bersama dengan embusan dingin yang membangunkan bulu kudukku.

di bawah selimut tebal pun aku masih menggigil. tatapannya terlalu tajam dan intimidatif untuk sekadar dikonfrontasi. rasanya seperti ditegur oleh sekian puluh aparat keamanan saat kamu melakukan kesalahan.

tidak pernah tanganku sedingin ini. keringat mulai mengalir dari ujung dahi. debar jantung dan ritme nadi yang tak berirama. napas yang tersengal dan gemeretak gigi beradu membuat ribut sendiri di telinga.

masih di posisi yang sama. aku belum berani untuk membalikkan badanku, belum siap untuk mengalihkan pandanganku. mataku masih terpejam dan di kepalaku penuh dengan banyak basa-basi yang berkumpul. ingin kuusir semua hingga sepi.

kudengar samar derit pintu. mataku semakin erat terpejam. kugenggam kencang ujung selimut yang menutupi kepalaku. embusan dingin itu makin terasa dekat. makin jelas dan makin nyata. ini bukan mimpi.

lalu kuberanikan diri membuka sedikit mataku di balik selimut.

kulihat sepasang mata biru menyala menatap mataku. sontak dengan kompak dan sepakat, bulu kudukku berdiri seluruhnya dan suaraku tercekat. sampai ia berkata “tenang saja. ini tidak akan berlangsung lama.”

 

(19/365)

 

 

What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s