15/365

[DUA]

 

Selatan Jakarta.

 

Lokasi yang sudah kita sepakati untuk tempat bertemu. Ini baru pukul setengah tujuh, pekerjaanku bisa kukejar lebih cepat sehingga aku bisa datang lebih awal. Aku yakin kamu pasti tepat waktu, tidak pernah sekalipun kamu ingkar janji. Apalagi janji yang kamu buat sendiri.

 

Musim hujan hampir mulai, atau malah sudah mulai? Atau bahkan belum? Ah, cuaca akhir-akhir ini sulit sekali ditebak. Lebih mudah menebak siapa yang akan memakai rompi oranye jumat depan. Acara rutin lembaga independen yang hampir kolaps karena tekanan penguasa legistatif.

 

Duduk di meja paling ujung, dekat dengan jendela. Posisi kesukaanmu apabila kita mampir untuk sekadar ngobrol di café atau warung kopi artisan yang tidak pernah ramai. Kupesan satu shot espresso sembari menunggu kamu datang.

 

Aku sudah mempersiapkan diri sejak pagi tadi. Berusaha mengingat momen-momen penting yang harus aku ceritakan padamu, dan menyimpan momen-momen yang kurang penting untuk dibahas saat nanti kita mulai kehabisan cerita. Aku bahkan sudah menyiapkan berbagai trivia ringan untuk kulontarkan saat suasana mulai tidak teratur. Ya, saat kamu mulai memegangi sedotan tanpa sekalipun kamu masukkan ke dalam mulut dan mulai menatap jauh ke luar jendela. Aku sudah mengantisipasi hal itu.

 

Aku harap kamu pun demikian. Aku ingin mendengar banyak tentangmu. Tentang apa yang terjadi selama ini? Sudah berapa lagu yang berhasil kamu hafal kunci gitarnya? Berapa banyak kucingmu sekarang? Apa kabar keluargamu? Bagaimana karirmu?

 

Entah kenapa kurasa semesta sedang mencoba beramah-ramah kepadaku. Seolah sudah lelah melihatku tak beranjak, enggan untuk bergegas meski selalu cemas. Seluruh alam berkoordinasi dengan baik malam itu. Dari pekerjaan kantorku yang bisa lebih lowong dari biasanya. Lalu lintas yang sama sekali tidak mengecewakan. Cuaca yang amat bersahabat. Dan suasana temaram di dalam café ini. Semua seolah sudah dipersiapkan. Matang.

 

Semoga ini semua tidak berakhir mengecewakan.

 

Kopi pesananku baru saja datang, tidak lama kemudian ponselku bergetar. Kulihat namamu muncul di situ. Tidak menunggu langsung kubuka dan kubaca pesan singkat darimu. Kamu tidak pernah meneleponku, kamu tahu aku lebih suka bercakap sambil menatap mata. Melihat raut muka dan memperhatikan lengkung senyum bibirmu. Kamu tahu persis itu.

 

 

“Kamu di mana? Sudah sampai?”

 

“Sudah. Aku di meja ujung.”

 

“Oh, oke. Aku sudah di depan.”

 

“Tunggu di situ.”

 

Langsung bangkit dari dudukku. Dan aku tidak pernah sesemangat ini

 

———————————————————-

つづく

 

(15/365)

 

What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s