kita bertemu di persimpangan.
kamu yang terlihat lelah dengan napasmu yang tak beraturan, dan aku yang sedang berjalan perlahan.
“aku lelah berlari”, katamu.
“istirahatlah sebentar”, aku menjawab dengan tenang.
“tapi aku harus terus berlari”, jawabmu.
“silakan kalau begitu”, aku kembali menimpali.
“kamu tak ingin lari bersamaku?”, kamu tiba-tiba bertanya.
“lari dari apa? atau lari ke arah mana?”, aku menjawab dengan pertanyaan.
sungguh, aku tak pernah tahu siapa kamu, kita baru saja bertemu. kamu bahkan tidak tahu kalau aku tak pernah suka berlari. aku tak terlalu suka terburu-buru.
“aku harus cepat-cepat, aku tak mau terkejar dan didahului”, kembali kamu mengatakan hal yang seolah-olah aku tahu maksudnya.
begini. duduk tenanglah dulu, istirahatkan kakimu, atur dulu napasmu, ceritakan padaku apa tujuanmu? siapa yang mengejarmu? kenapa kamu tidak mau didahului? kenapa harus buru-buru?
“kenapa harus aku?”, aku kembali menjawab dengan pertanyaan. seolah belum kapok dengan pertanyaanku sebelumnya yang tidak mendapat jawaban.
“kalau kamu tidak mau, tidak usah banyak tanya”, kamu menjawab sambil melanjutkan larimu.
dan kita berpisah di persimpangan jalan.