Belajar

aku belajar berjalan setelah aku lincah berlari dan belajar berbisik setelah aku lantang berteriak.

aku sempat bercerita tentang pagi setelah malam badai sebelumnya. tentang debur ombak yang bergulung di telinga dan gemuruh petir yang menggelegar di kepala.

tentang bagaimana sang menjangan enggan masuk ke hutan dan memilih untuk menunggu pakan datang di pinggir trotoar dengan potongan kardus sebagai alas duduknya.

aku pernah bercerita tentang senja yang datang dengan semburat ungu pekat, di saat uap kecil di gelas kopimu terhembus alunan merdu dari semilir yang datang dengan sengaja demi merusak poni yang sudah setengah mati kamu tata rapi.

tentang pelukan di balik temaram lampu kota, di atas kuda berkaki bulat dengan suara yang meraung kencang. yang membuat kamu harus berbicara lebih kencang dengan harus menempelkan bibirmu di telingaku.

aku belajar mengerti kenapa aku membiarkanmu berlari. kencang dibawa angin. membiarkanmu berlari. cepat diburu waktu.

aku belajar memahami kenapa aku harus berbisik. setelah membiarkanmu lantang berteriak. parau sampai tenggorokanmu serak dan telingaku pekak.

aku belajar mengerti kenapa juni selalu mengingatkanku kepada nanti. kepada apa yang pernah terjadi dulu di kala juli. kenapa aku masih di sini. kenapa aku tak beranjak pergi. kenapa aku masih bertahan dihajar badai. digulung ombak.

kenapa aku masih harus terus belajar.

berjalan dan berbisik.

pelan.

dan.

memudar.

What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s