
di atas adalah foto ibu dan bapak waktu masih muda, entah foto tahun berapa, yang pasti di circa 90-an karena saya lahir tahun ’89 dan di foto tersebut saya belum terlalu besar juga, jadi mungkin sekitar 92-93? entah ya. yang pasti foto diambil di kawasan ancol.
ibu bapak adalah orangtua yang biasa saja, datang dari keluarga jawa yang tidak terlalu besar (yang ini saya asumsi saja ya, karena jujur saya tidak pernah tahu silsilah keluarga saya sendiri), dari ekonomi kelas pekerja, dari tingkat pendidikan yang biasa saja (tidak ada dari mereka yang punya gelar sarjana, yang mana ternyata setelah ditinjau, saya dan kakak pun tidak punya gelar sarjana, ehehe), dan dari tingkat relijiusitas yang biasa saja pula.
IBU
tulisan ini saya mulai dari ibu, ibu sudah berpulang juli 2016. beruntungnya saya bisa menemani beliau dan menuruti semua permintaan terakhirnya kala itu. kalau saja saya menolak di sore itu, mungkin penyesalan saya akan lebih dalam.
ibu senang sekali masak, ibu bisa masak apa saja, dan semuanya selalu enak. ini bukan selera subjektif, tapi semua orang yang pernah mencicipi masakan ibu pasti setuju. satu hal yang cukup disesali adalah, ibu tidak pernah mencatat satu pun resep yang biasa beliau masak, selalu menggunakan perasaan saat menakar bumbu dan tidak jarang membuat kebingungan saya dan kakak ketika ingin menduplikasi masakan beliau sekarang.
ibu sering marah-marah, tapi kami di rumah selalu menjawab omelan ibu dengan candaan sehingga beliau juga jadi lupa kalau beliau marah. hobi ibu adalah berkeliling ke rumah tetangga dengan membawa sesuatu dari rumah, dan saat pulang beliau akan membawa barang yang entah apa gunanya di rumah. sepertinya beliau senang melakukan pertukaran barang alias barter di era modern ini. satu hal yang paling absurd adalah saat beliau pulang ke rumah membawa puluhan toples kecil yang esokannya diisi dengan sambal petis dan kemudian dibagikan kembali ke tetangga, ibu memang dermawan.
ibu tidak berbakat dalam teknologi. seumur hidupnya tidak pernah awet punya handphone, paling lama umurnya hanya 3 bulan, selepas itu pasti dijual dan uangnya dibelanjakan bahan masakan untuk dibagikan ke tetangga lagi. ibu baunya khas sekali, bau kecut keringat dan dapur. saya senang sekali menciumi ibu sampai beliau risih, tapi saya tidak peduli, bau ibu lebih menyenangkan daripada bau bapak (padahal waktu kecil katanya saya tidak bisa tidur kalau belum mencium bau ketiak bapak, aneh kamu mz!).
ibu juga preman setempat. bukan karena beliau seorang kriminal. hanya saja entah kenapa beliau cukup disegani di lingkungan saya. hampir semua kenal ibu, dari mulai tukang ojek, tukang sayur, ustadz, rentenir, hampir semua hormat dan segan pada beliau. tapi saya tidak pernah menyalah gunakan ketenaran ibu, buat apa, tidak ada untungnya buat saya saat itu, dan sampai sekarang juga saya tidak merasa ada perlunya, ehehe.
ibu, aku kirim doa lagi, mudah-mudahan perangkonya cukup, jadi ibu bisa terima doanya.
BAPAK
bapak, orang dengan tingkat kesabaran juara dunia kelas berat. tidak pernah membentak anaknya, tidak pernah marah, dan selalu ramah.
seingat saya, bapak hanya pernah bekerja di satu tempat saja, di indocement sebagai mekanik. mengurusi truk-truk besar, mengawasi mesin-mesin di dalam dan luar kota. saya pernah sesekali diajak bapak ke tempat kerjanya, saya hampir tidak tahu apa yang bapak lakukan di tempat kerja. maklum, waktu itu saya diajak di hari sabtu, bapak hanya mengontrol mesin saja, itu pun hanya 1 jam, lalu kami pulang, hahaha.
bapak sangat pendiam, tapi itu dulu. semenjak ibu berpulang dan bapak pensiun, di rumah beliau jadi lebih bawel dari biasanya. mungkin kalian yang orangtuanya berumur di atas 60 tahun merasakan hal yang sama ya, semakin tua umurnya, semakin banyak bicara dirinya. tapi tidak apa-apa, saya senang-senang saja meladeni bapak ngobrol ini-itu, saya tidak mau ada konfrontasi dengan keluarga sendiri.
tidak banyak cerita bersama bapak karena selama beliau bekerja, rutinitasnya hanya kerja dan pulang ke rumah. satu-satunya memori saya bersama bapak adalah saat pertama kali beliau mengajak saya ke bioskop untuk menonton film godzilla, tahun 1998. selepas maghrib bapak mengajak saya naik motor ke bioskop atoom di citeureup. saya tidak ingat detailnya, tapi itu satu-satunya yang saya ingat di kenangan berdua bersama bapak. sisanya ya perjalanan tamasya ke beberapa tempat bersama keluarga.
bapak hobi sekali nonton wayang kulit. sekarang-sekarang ini rutinitasnya adalah buka youtube, cari acara wayang, dan menontonnya sambil ketiduran. masalahnya adalah beliau selalu menonton menggunakan speaker handphone dengan volume yang luar biasa. saya sih tidak keberatan ya, tapi tetangga gimana kalau terganggu? beli earphone? sudah, tidak ada yang bertahan lama. jadi sekarang kalau tidak ada tetangga yang mengetuk pintu rumah dan protes, ya sudah biarkan saja beliau dengan hobinya itu.
satu cerita lucu dari ibu bapak adalah pada suatu malam saya sedang bekerja dan mendapatkan pesan dari kakak berbunyi “EMAK BAPAK LU TUH DISAMPERIN WARGA!” selidik punya selidik, ternyata mereka bakar ban bekas di depan rumah. asap dan baunya cukup mengganggu lingkungan sampai RT datang dan menegur. saya dari jauh hanya bisa mengirim pesan balasan “HAHAHA, BIARIN! REBEL!”
(30 days writing challenge. Day 5: Your parents)