Membandingkan Hidup

pernah suatu hari bertemu kawan lama di sebuah warung kopi, aku sedang beristirahat di perjalanan menuju pulang. sudah bertahun-tahun kami memang tidak bertemu, mungkin selepas kuliah, atau saat sedang sibuk-sibuknya dengan pekerjaan pertama.

kawanku ini bukan seorang yang menyenangkan. aku sendiri juga bukan orang yang menyenangkan, jadi sah-sah saja aku menyebutnya tidak menyenangkan, toh aku pun tidak menyenangkan.

dengan gelas kopi masing-masing, kami berbincang kecil. tentang bagaimana pekerjaan masing-masing, bagaimana kondisi asmara saat ini, pandangan politik, soal kepercayaan, hal-hal standar namun krusial.

kami tidak bicara lama, mungkin hanya setengah jam. setelah kawanku menerima telepon entah dari siapa, ia pamit pergi. aku hanya mengiyakan sembari mengangkat gelas kopiku, tanda mempersilakan ia bergegas terlebih dahulu.

selepas kawanku pulang, aku membakar lintingan tembakau terakhir yang kupunya. sembari menghabiskan sisa kopiku, aku termenung. hidup tidak hanya sekadar membandingkan nasib. orang lain bisa saja punya karir cemerlang, tapi tidak berarti ia bisa merendahkan orang yang pekerjaannya tidak lebih baik darinya. orang lain mungkin menemukan jodohnya lebih cepat, tapi tidak berarti ia punya hak untuk memberikan nasihat soal cepat-cepat menikah. orang lain punya pandangan politik dan kepercayaannya masing-masing, dan tidak satu orang pun boleh melarangnya untuk tetap pada keputusannya.

entahlah, semakin aku membandingkan hidupku dengan orang lain, hidupku malah semakin tidak menyenangkan.

jadi lebih baik tidak usah mendengarkan omongan orang lain. atur sendiri hidupmu, asal jangan merepotkan.

 

(269/365)

 

 

What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s