yang menyebalkan dari bisa membaca pikiran orang lain adalah kamu jadi tahu apa yang tidak perlu kamu ketahui. kepalamu selalu dipenuhi suara-suara yang tumpang tindih dengan informasi yang tidak ingin kamu dengar.
seperti keluhan mang ipul, tukang ojek pangkalan di pertigaan jalan yang sedang memikirkan biaya sekolah anak ketiganya yang baru saja memasuki tahun ajaran baru. baju seragam, buku paket, iuran wajib, biaya kegiatan ekstrakurikuler, dan serombongan rupiah yang tidak habis dijumlahkan.
bu rinda, penjual nasi uduk keliling yang sedang berusaha mengingat siapa saja yang berhutang padanya kemarin. mengabsen semua langganannya, tapi tak kunjung juga dapat menemukan nama orang yang akan ditagihnya hari ini.
samsuri, juara bertahan menganggur sejak lima belas tahun lalu lulus dari kampusnya. sedang memikirkan bagaimana lagi ia harus berusaha untuk mencari pekerjaan. gelar sarjana informasinya seolah sia-sia.
seorang bocah sekolah dasar yang berjalan pelan, mengulang-ulang hapalan materi yang tidak sempat ia pelajari malam tadi, sepertinya akan ada ujian kelas yang akan ia tempuh.
sampai seorang gadis yang lewat dan berhenti di depanku. menatapku tajam, dan aku dapat mendengar jelas suaranya tanpa perlu ia membuka mulut. “brengsek” katanya.
(245/365)