sebuah bungkusan tergeletak di depan pintu kamar kontrakan rustam, ia baru saja selesai mandi dan berniat untuk melihat ada tukang dagang apa yang mangkal di ujung gang tempatnya tinggal. namun ia urungkan begitu melihat ada kotak kardus berukuran sedang terbalut kertas kado berwarna kuning keemasan yang berpitakan kertas metalik yang terlihat seperti dibuat dengan terburu-buru.
rustam mengambil bungkusan itu dengan hati-hati, ia tidak cukup curiga dengan isinya, karena ia yakin tidak punya musuh yang bersedia repot-repot mengirimkan benda berbahaya untuk meneror dirinya. dan tidak yakin pula ia punya pengagum rahasia yang dengan sukarela mengirimkan benda yang membahagiakan.
rustam meletakkan bungkusan itu di meja yang penuh dengan berlembar-lembar kertas coret-coretan, struk belanja di mini market, dan gelas plastik bekas kopi semalam. ia mengambil sebatang rokok dan menyalakannya dengan penuh penghayatan.
sembari menghisap rokoknya dalam-dalam, rustam duduk dan mengamati bungkusan sebesar kotak sepatu itu. ia mulai membayangkan apa isi di dalamnya? apakah penting untuk diketahui isinya? atau ia tidak harus membuang waktu dan dengan segera membuangnya jauh-jauh? rustam masih menimbang-nimbang.
setelah sebatang rokoknya habis, sambil tetap berpikir apa isi kotak tersebut, rustam pergi ke dapur dan mengambil segelas air putih hangat untuk ia bawa ke meja berantakannya. ia sudah memutuskan untuk kemudian membuka bungkusan kuning keemasan itu.
rustam kembali menyalakan rokoknya, menghisapnya lagi dalam-dalam, dan menghembuskan asapnya perlahan-lahan. ia lalu merobek kertas pembungkus itu dengan asal-asalan.
setelah terbuka, mata rustam berkaca-kaca melihat apa yang ada di dalamnya. itu adalah hal termanis yang pernah diterimanya. hanya ada secarik kertas kecil yang bertuliskan: “sebuah kenangan, untuk kau ceritakan pada kekasihmu nanti.”
(197/365)