di sudut ruang yang tidak terlalu luas, seorang pemuda duduk di kursi malas yang usianya sudah melebihi waktu hidupnya. setelah perjalanan jauh yang ditempuh sekurang-kurangnya sembilan puluh menit dengan menggunakan sepeda motor berkecepatan sedang. hatinya sedang tidak karuan. sepanjang jalan ia hanya merutuki seharian kegiatannya.
pemuda itu baru saja selesai memasak makan malamnya yang kelewat larut. sudah hampir dini hari, tapi perut dan kepalanya kosong. setidaknya ada salah satu saja yang harus diisi kalau memang tidak bisa semuanya. hanya dua bungkus mi instan, kopi instan, dan setengah bungkus rokok sebagai menu makan malam di hari yang hampir lewat.
perutnya sudah terisi sekarang, angin di tubuhnya perlahan-lahan mulai enggan singgah dan dengan lunglai diambilnya sebatang rokok putih dan mulai membakarnya. satu tarikan dalam membuat asap tembakau pabrikan memenuhi sela rongga dadanya. ditahannya sejenak lalu dihembuskan kepulan asap dari mulutnya sedikit demi sedikit.
hanya ini yang bisa ia lakukan. ia merindukan percakapan sebelum tidur. ia merindukan ocehan-ocehan malam hari. perbincangan lalu lalang tanpa henti. hanya ini yang bisa ia lakukan. mengisi jeda antar hembusan asap diiringi nada-nada acak yang keluar dari sumbat telinganya.
hanya ini yang bisa ia lakukan. melayangkan lamunan tentang keinginan bertukar cerita dengan seseorang.
hanya ini yang bisa ia lakukan. menipu dirinya dengan keramaian yang dibuat-buat. mengelabui hatinya dengan pikiran-pikiran penuh khayal.
hanya ini yang bisa ia lakukan.
(53/365)