aku punya masalah dalam mengingat sesuatu, banyak momen yang hilang dalam pikiranku. aku tak ingat waktu kecil pergi tamasya ke dufan kalau saja tak ada foto-foto yang menjadi bukti. aku tak ingat perpisahan sekolah kalau saja tak ada rekaman video yang bisa aku putar untuk mengingatnya.
aku tak ingat kapan pertama kali aku mengenalmu, aku tak ingat kapan hatiku terjatuh saat melihatmu, aku tak ingat apa yang membuatku memutuskan untuk menyusuri jejakmu. tapi aku ingat jelas kapan pertama kali aku dipaksa untuk memungut serpihan harapan yang jatuh berserakan di ujung kalimatmu.
aku ingat setiap detiknya, aku ingat semua dialog yang berkecamuk kala itu, aku ingat senyum manis di balik kalimat pahit yang harus aku telan tanpa bisa melawan.
aku tidak menyalahkanmu, karena mungkin memang aku bukan pilihanmu. kau pun tak bisa menyalahkanku karena sudah menaruh harapan untuk itu.
sekarang saatnya menata langkah baru, menyusuri jalan yang pernah aku lalui sebelumnya, jalan yang sudah amat sangat aku kuasai, jalan yang memang sudah diatur untukku, jalan sebagai peran pendukung di setiap drama.
skenario ini sudah dibagikan sejak awal, bodohnya aku tak membaca dengan cermat setiap percakapan di dalamnya, aku tak menuruti alur cerita yang sudah tersusun rapih di sana. aku membangkang dari aturan-aturan yang sudah ditetapkan. kupikir sah saja untuk berimprovisasi, nyatanya sutradara habis-habisan memaki.
sekarang kubaca ulang semua skenario sampai akhir, aku perhatikan semua detail yang sudah diukir. tapi ada satu yang aku sesalkan. cerita ini tak berakhir menyenangkan.